Wawancara ke TPU

Jakarta, 20 April 2016. Saya melakukan wawancara ke Tempat Pemakaman Umum Utan Kayu, atau lebih masyarakat kenal sebagai TPU Kemiri. Tempat pemakaman ini, terletak tidak jauh dari Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun , Jakarta Timur.
Hari ini, tepat pukul 13:00 WIB, suasana di tempat pemakaman cukup sepi. Selain karena hari ini, adalah bukan hari libur, siang ini cuaca di Tempat Pemakaman Umum juga cukup terik. Mungkin karena alasan tersebutlah, hanya ada beberapa orang saja yang terlihat berada disana. Selain para peziarah, di TPU juga terdapat para pembaca doa, tukang gali kubur, para pedagang minuman, pedagang bunga dan ada pula beberapa warga masyarakat yang sedang berkumpul-kumpul disana.
Dari sekian banyak petugas pemakaman, serta warga masyarakat yang sedang berkumpul, saya memutuskan untuk mewawancarai dua orang Pekerja Harian Lepas atau PHL, yang saya temui siang ini. PHL yang pertama kali saya hampiri dan wawancarai adalah Suharno (24 tahun). Dia sedang duduk di salah satu makam, yang letaknya berada di pinggir jalan pemakaman.
Awalnya, Surhano tidak mau untuk diajak mengobrol. Namun, saya terus mencobanya dan dia pun akhirnya, mau untuk saya ajak mengobrol. Dari hasil obrolan kami, saya mengetahui bahwa dia sudah bekerja menjadi pekerja harian lepas, kurang lebih sudah selama 5 tahun.
Suharno juga mengatakan kalau alasan dia bekerja menjadi Pekerja Harian Lepas, karena itu adalah pekerjaan yang sudah turun temurun di keluarganya. Selain dia yang bekerja menjadi Pekerja Harian Lepas, di keluarganya ada juga yang bekerja menjadi Pekerja Harian Lepas, yaitu ayahnya.
"Saya kerja disini, jadi perawat kuburan karena ikutin Bapak. Bapak juga sampai sekarang, masih kerja disini,"ujar Suharno.
Lalu, saat saya tanya dimanakah dia tinggal, Suharno menjawab,"Saya tinggal disana,"Suharno menunjuk perumahan yang letaknya tidak jauh dari makam,"di belakang makam,"lanjut Suharno.
Selain merawat makam, Suharno juga bekerja sebagai tukang penggali kubur. Suharno mengatakan kalau penghasilannya sebagai perawat makam, cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Selain karena ia masih tinggal dengan keluarganya, Suharno juga belum memiliki istri dan anak, sehingga tidak memerlukan pengeluaran yang banyak.
Setelah mengobrol dengan Suharno dan mengucapkan terimakasih, saya mencari PHL yang lain. Saya pun kemudian menghampiri Bapak Muhammad Jefri (33 tahun), yang sedang memangkas pohon dan membakar daun-daun kering yang ada di makam. Berbeda dengan Suharno yang awalnya sulit untuk diajak diwawancara, Bapak Jefri lebih mudah untuk diwawancarai.
Hampir sama seperti Suharno, Bapak Jefri sudah bekerja sebagai perawat makam, sudah hampir 6 tahun. "Saya, udah kerja jadi PHL udah 6 tahun, dek,"ujar Pak Jefri.
Tidak berbeda juga dengan Suharno, Pak Jefri juga tinggal di sekitar pemakaman. Namun, ada dua perbedaan antara Pak Jefri dengan Suharno. Kalau Suharno, belum mempunyai keluarga sendiri, Pak Jefri sudah mempunya seorang istri dan juga seorang anak.
Saya bertanya apakah tidak takut tinggal di dekat pemakaman, sementara Pak Jefri memiliki seorang anak yang masih kecil, berusia 4 tahun. Pak Jefri menjawab,"Enggak dek, kan udah biasa. Jadi ya, udah gak takut deh."
Selain perbedaan Pak Jefri sudah memiliki keluarga, sementara Suharno belum, alasan Pak Jefri bekerja di Tempat Pemakaman Umum Utan Kayu, sebagai perawat makam, juga berbeda. Kalau Suharno beralasan karena keturunan dari sang Ayah, Pak Jefri memiliki alasan yang lain. Ia bekerja sebagai perawat makam, karena diajak oleh temannya untuk bekerja di TPU Utan Kayu.
Saya pun kemudian menanyakan tentang penghasilan Pak Jefri, selama bekerja menjadi perawat makam."Kalo gaji pokoknya ya Rp.3.100.000,- sebulannya. Ya tapi, ada lah uang-uang sampingan dari ahli waris yang suka ziarah ke sini,"ungkap Pak Jefri.
Pak Jefri mengatakan kalau uang gajinya, selama sebulan harus ia atur sebisa mungkin, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, serta untuk jajan anaknya setiap hari. Kemudian saya menayakan apa suka duka Pak Jefri, selama bekerja menjadi perawat makam.
Pak Jefri pun mengatakan bahwa,"Kalau sukanya ya yang tadi saya bilang dek, kalau ada rezeki tiba-tiba. Uang dari ahli waris itu loh, ya disini kan gak ada pemaksaan buat ngasih uang ke perawat makam, jadi kalau ada ahli waris yang kasih uang ke kita, ya seneng, alhamdulillah."
Sementara untuk dukanya, Pak Jefri hanya tertawa sambil berkata,"Ya dukanya gimana ya, dek. Namanya orang kan beda-beda. Pasti ada lah yang ngeselin gitu. Itu aja sih dukanya. Tapi, ya semuanya disyukuri aja."
Setelah itu Pak Jefri pun mengatakan kalau dia harus pergi, karena ada orang yang akan dikubur. Jadi, Pak Jefri pun harus membantu temannya untuk menggali kubur. Saya pun mengucapkan terimakasih, setelah selesai mewawancari Pak Jefri dan sebelum dia pergi menghampiri temannya.


Komentar

Postingan Populer